New Neighbor


sesul

New Neighbor by jeanitnut

For my reader, Sehulli.

“Aku memandangnya sendirian karena aku kesepian atau karena aku takut takdir tidak membawanya padaku. Aku tidak tahu alasannya. Cinta pada pandangan pertama, dulu aku tidak mempercayainya.”

Matahari masih terlelap dalam singgasananya saat kubuka mata pagi ini. Entah karena efek terlalu banyak belajar atau menonton film, mataku berkedut nyeri. Usai membuka selimut, kubuka sebagian gorden hijau tosca kamarku. Dan secepat yang aku bisa menyambar teropong tepat saat jam dinding berdentang dua kali, menandakan pergantian jam.

06.00

Aku melihatnya membuka gorden di seberang kamarku. Untuk sesaat ia tampak berdiri di depan jendela, matanya terpejam menikmati hembusan angin sejuk pagi. Biar kutebak, setelah ini ia akan berbalik, mandi, lalu memberi makan si kecil Fredo (kucing Persia kesayangannya).

Dan benar. Masih bergulung dalam jaket tebal, aku menyaksikan bagaimana laki-laki itu tersenyum. Dengan lembut membelai Fredo dan membuatku semakin bernafsu untuk mencekik kucing polos itu.

“Jinri-ya, kau sekolah tidak? Cepat bangun!”

Suara menggelegar milik kakakku Choi Sooyoung selalu menjadi penghancur hariku setiap pagi. Dengan terpaksa aku harus meninggalkan rutinitas pagikumenatap tetangga baruku yang tampan—dan bergegas untuk ke sekolah.

Namanya? Aku tidak tahu, apalagi dimana sekolahnya. Dia hanya lelaki tampan yang kutemui di depan supermarket lima hari yang lalu. Dan siapa sangka jika laki-laki bermata sipit itu adalah tetangga baruku. Jangan katakan aku norak, bahwa aku benar-benar melonjak kegirangan saat mendapati kamarnya berada tepat di sebelahku.

“Jinri-ya, cepat sarapan. Kau akan telat!”

Suara menggelegar milik Choi Sooyoung lagi-lagi membuatku ngilu. Segera kuraih blazer kuning, serta dasi berwarna coklat dan mengalungkannya ke leherku. Biasanya di jam-jam seperti ini, si tampanaku tidak tahu harus memanggilnya dengan panggilan seperti apasedang menikmati secangkir teh dan sepotong roti di depan televisi. Dan ohaku tidak punya waktu lebih banyak lagi untuk mengintipnya, atau kakakku yang cantik itu akan mengamuk.

“Choi Jinri! Lima menit lagi kau turun atau kutinggal.”

Nah, benar kan? Ia mulai berkoar lagi. Kumasukkan buku tulis seadanya dan menyambar ransel hitamku secepatnya. Tak lupa, kumasukkan teropong kesayanganku ke tempatnya semula. Hobi menguntitku ituapakah aku sudah layak disebut penguntit? —cukup hanya aku yang tahu.

06.30

Saatnya mengucapkan selamat tinggal pada tetangga baru yang tampan.

Sekolah hari ini berjalan seperti biasanya. Aku memekik girang saat mendapatkan info bahwa Lee songsaenimguru Fisika dengan kacamata super tebalnya tidak masuk. Tidak hanya aku seorang yang memekik girang. Lihatlah Kim Jongin yang kini tengah melonjak kegirangan bersama soulmate-nya Kyungsoo.

Kuletakkan ransel di atas meja. Soojung yang sudah hafal kebiasaanku hanya menghela napas sejenak dan melanjutkan aktivitas membaca dan merangkum rumus-rumus Kimia. Sedangkan aku? Tentu saja aku berniat untuk tidur.

“Berapa drama yang kau tonton semalam?”

Kuangkat tanganku, menggabungkan ibu jari dan telunjuk sehingga membentuk angka tujuh. Soojung hanya menggelengkan kepalanya pelan. Aku terkadang juga merasa heran, bagaimana bisa gadis sepertiku bersahabat dengan gadis super rajin seperti Jung Soojung?

Dunia itu aneh. Adakalanya hal-hal yang ada di sekitar kita tak masuk akal. Seperti kehadiran tetangga baruku yang tiba-tiba. Oh Jinri, apa yang baru saja kaupikirkan. Aku tidak bisa mengenyahkan bayang sosok tinggi putih itu dari pikiranku.

“Sialan! Kenapa dia muncul terus-terusan di pikiranku?” erangku.

Soojung menatapku khawatir. Aku meringis kecil saat mendapati tatapan-tatapan aneh yang dilayangkan ke arahku. Aku tidak gila, sungguh. Hanya saja, aku merasa akhir-akhir ini jantungku sering berdetak tak normal, darahku sering berdesir tak karuan, tapi itu bukan tanda-tanda aku akan gila kan?

Kulihat Soojung menghentikan aktivitasnya, ia menatapku tajam. “Kau ada masalah apa Jinri-ya?”

Aku hanya tersenyum kecil, mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahku sehingga membentuk huruf ‘v’ sebelum melanjutkan tidurku yang tertunda. Sedangkan Soojung, entahlah, mungkin gadis itu akan pergi ke perpustakaan saat kulihat ia berdiri.

Selamat bermimpi indah, Choi Jinri…

Aku benci musim gugur karena ia merontokkan bunga-bunga indah yang sedang mekar. Sekalipun daun-daun menjadi lebih bervariasimaksudku, ia menjadi memiliki beragam warna, tetap saja aku tidak menyukainya.

Sore ini, ketika cahaya matahari memantul lewat celah-celah kaca dan gorden kuning rumahnya, ia tengah duduk di depan televisi. Mengenakan kemeja dan jeans biru panjang, ia pasti baru saja pulang. Aku sudah menunggunya selama dua jam dari balik jendela, dan baru sepuluh menit lalu ia muncul.

Kupikir aku harus berterima kasih pada Fredo karena membuatnya tersenyum. Aku menyukai kucing Persia itu ketika pertama kali melihatnya. Kala itu ia menghilang dari rumah dan bersembunyi di balik pohon cemara di depan rumahku.

Dasar kucing tak tahu diri!

Aku masih ingat bagaimana ekspresi ketakutan kucing polos itu ketika Son ahjumma—tetangga lamaku menjewer telinganya. Setelah mengucapkan terima kasih padaku karena telah memberitahunya, ia berjalan pergi dan memaki-maki Fredo. Sejak saat itu aku mengetahui bahwa kucing malang itu bernama Fredo.

Kupikir itu adalah takdir Fredo. Diam-diam aku bersyukur ketika mengetahui bahwa Son ahjumma tidak membawa kucing itu ketika pindah. Dan kepindahannya telah mengubah nasib seorang kucing yang malang.

“Jinri, aku ada janji dengan Choi Siwon. Kau mau ikut?”

Refleks, aku menjatuhkan teropong tatkala mendengar suara Sooyoung yang tiba-tiba. Dia menatapku aneh, sedangkan aku semakin gugup ketika ia berjalan mendekat ke arahku.

“Kau tidak sedang merencanakan hal-hal yang aneh, kan?” selidiknya.

Aku menggeleng cepat, memaksa otakku memikirkan alasan yang sekiranya tidak membuat Sooyoung semakin menyudutkanku. Kakakku itu sangat peka dengan sekitarnya, dan aku tidak akan membiarkannya mengetahui kebiasaanku yang satu ini. Atau ia akan mengirimku ke Manhattan.

“Aku khawatir dengan kucing Persia tetangga kita, jadi sesekali aku melihatnya dengan teropong ini.”

Terima kasih pada otakku yang mengeluarkan ide cemerlang. Pada akhirnya aku mengumpankan si Fredo sebagai alasan. Aku yakin jawaban ini akan memuaskan Sooyoung. Dia tahu benar bahwa aku sangat menyukai Fredo.

Kulihat Sooyoung menatapku ragu. Aku menghembuskan napas lega ketika ia berjalan menuju pintu. “Kau benar-benar tidak ingin ikut?” tanyanya sekali lagi.

Aku menggeleng sebagai jawaban. Lebih baik menikmati kesendirianku di kamar ini ketimbang duduk tak berarti melihat kakakku kencan bersama kekasihnya. Aku memang tipikal gadis cerewet, tapi aku lebih menyukai berdiam diri di kamar sambil menonton drama atau tidur ketimbang pergi berbelanja. Aku berbalik tepat saat Sooyoung menutup pintu kamarku.

Matanya nyaris keluar saking terkejutnya ketika mendapati tetangga baruku yang kini tengah menghadap tepat ke arahku. Aku bisa melihatnya dengan sangat jelas. Sangat jelas hingga membuatku takut untuk sekadar mengedipkan mata.

Detik berikutnya aku merasa persendianku lumpuh seketika tatkala melihatnya tersenyum. Mata sipitnya ikut tersenyum. Dan hal bodoh yang aku lakukan selanjutnya adalah menutup gorden kamarku, berbalik, dan mendengar jantungku berdebar sangat kencang.

Aku, pasti sudah jatuh cinta…

Semua yang terjadi di hidup ini adalah takdir. Kupikir bertemu dengan tetangga baruku itu adalah bagian dari takdirku. Namanya Oh Sehun. Takdir lagi-lagi membuatku melayang ketika kulihat ia tengah berdiri di depan kelasku. Memperkenalkan dirinya sebagai murid baru di sekolahku.

Ia tersenyum ketika pandangan mata kami bertemu. Aku masih terkejut dengan kehadirannya yang tiba-tiba hingga ia berjalan dan duduk di bangku depan-kiriku. Ketika Lee songsaenim membuka pelajaran dengan suara berat miliknya.

“Choi Jinri, keluar dari kelasku!”

Aku terperanjat ketika melihat Lee songsaenim sudah berdiri di sampingku. Dengan kedua tangan di pinggang dan pandangan yang menghujam ke arahku. Aku seperti seekor semut yang hendak dimangsa nyamuk.

“Kaupikir aku tidak tahu bahwa sedari tadi kau tidak mendengarkanku? Berdiri di depan kelas sampai jam pelajaranku berakhir!”

Aku menurut tanpa mengucap sepatah kata pun. Soojung menatapku khawatir. Sekilas, aku melihat Oh Sehun menatapku datar. Dan kupikir, menghabiskan waktu dengan merenung di luar kelas lebih baik ketimbang berada di ruang yang sama dengan Oh Sehun.

Jung Soojung yang kulihat hari ini tampak berbeda dari biasanya. Kendati gadis itu tak banyak bicara, tapi ia selalu mendengarkan ketika guru paling membosankan pun sedang menerangkan. Tapi Soojung yang kulihat hari ini adalah sosok Jung Soojung yang tampak linglung.

Soojung-ah, kau ada masalah?

Kusodorkan secarik kertas padanya. Membuatnya mengernyit bingung sesaat.

Cinta pertamaku selama lima tahun lebih selesai.

Aku tercekat membaca balasan darinya. Cinta pertama Jung Soojung adalah Kim Jongin. Aku tidak tahu bagaimana bisa seorang Jung Soojung yang baik hati bisa menyukai badboy seperti Kim Jongin.

Kau sudah menyatakan perasaanmu padanya?

Kusodorkan kembali secarik kertas itu padanya ketika kulihat Kim songsaenim kembali menuliskan rumus matematika. Sudah cukup aku berdiri di depan kelas di jam pelajaran Lee songsaenim, tidak untuk yang kedua kalinya dalam sehari.

Ini adalah cinta yang berakhir sia-sia tanpa memiliki tujuan. Tidak pernah memiliki kesempatan untuk memekarkan setiap bunga. Sebuah cinta yang tak pernah bisa berbuah seperti benih yang terlupakan. Itu adalah cinta tak terbalas.

Aku menatap Soojung yang seolah-olah tengah memerhatikan pelajaran Kim songsaenim. Tapi aku tahu bahwa fokus gadis itu tidak sedang berada pada rumus-rumus trigonometri.

Mungkin ini takdir?

Tiba-tiba saja hari ini aku merasa takut. Takut jika takdirku pada akhirnya akan seperti Soojung. Cinta pertama yang menyakitkan.

“Choi Jinri, kerjakan soal nomor satu yang ada di papan tulis!” suara menggelegar milik Kim songsaenim membuatku kembali ke dunia nyata.

Oh sial! Sepertinya Kim songsaenim menyadari bahwa sejak tadi aku tidak memerhatikannya. Dengan berat hati aku melangkah ke depan. Kepalaku tiba-tiba pening saat melihat beberapa angka dan kata yang tak kupahami. Yah, kuakui bahwa aku lemah di pelajaran matematika.

“Ada apa? Kau tidak bisa mengerjakannya?”

Suara Kim songsaenim sudah naik beberapa oktaf dari biasanya. Dan kepalaku semakin nyeri dibuatnya. Keringat dingin mulai jatuh dari pelipisku.

“Ya, Oh Sehun, ada apa?”

Perkataan Kim songsaenim membuatku berbalik. Aku melihat Oh Sehun tengah mengacungkan jarinya. Membolak-balik buku matematikanya dan berujar, “Mungkin aku bisa membantunya?”

Aku memandang gorden kuning di seberang kamarku yang tengah berkibar tertiup angin. Langit sudah gelap, dan satu persatu bintang mulai bermunculan. Tapi sosok tetangga baruku tak kujung kudapati.

20.00

Aku melihatnya membuka pintu kamar, menggendong Fredo dalam dekapannya. Lalu, tertawa tatkala kucing polos itu berlari. Aku masih memandangnya ketika tiba-tiba ia membuka jendela kamarnya.

Kali ini, aku berdiri di balkon. Memandang Oh Sehun tanpa teropong kesayanganku. Membalas senyumnya saat ia berjalan ke balkon kamarnya.

“Hai,” sapanya.

Aku melambaikan tangan padanya, “Hai. Terima kasih atas bantuanmu.”

Oh Sehun mengernyit bingung. Angin malam yang berhembus mengibarkan rambut kecoklatannya. Ia mengenakan kemeja yang digulung hingga siku. Aku bertanya-tanya, kemana ia pergi dengan pakaian seperti itu?

“Bukan masalah,” jawabnya sambil tersenyum manis.

Jantungku berdebar lagi, aku membekapnya dengan tanganku. Takut jika Oh Sehun bisa mendengar debarannya yang sangat keras.

“Kau darimana?” Dia tampak berjongkok. Ternyata Fredo ada di sana. “Hai Fredo,” sapaku.

Oh Sehun lagi-lagi mengernyit. “Aku membantu ayahku di kantor. Dan…siapa Fredo?”

Aku mengangguk-angguk mengerti. Satu fakta yang membuatku semakin mengangumi sosok Oh Sehun. Di jaman sekarang ini aku bahkan meragukan ada laki-laki yang dengan repotnya mau membantu ayahnya.

“Kucing Persia yang kau gendong, namanya Fredo,” jawabku.

Sesaat aku melihat ia tersenyum seraya membelai lembut Fredo. “Kupikir aku tahu alasan kenapa kau selalu melihat ke kamarku. Kau pasti mengkhawatirkan kucing ini, kan?”

Aku terkejut mendengar perkataannya. Selama ini, ia tahu bahwa aku sering mengintip kamarnya. Kupikir takdirku benar-benar baik. Tanpa perlu mencari alasan untuk melihatnya setiap hari, Oh Sehun sudah lebih dulu mencetuskan alasan itu.

“Dia kucing yang manis,” sahutku ringan.

Aku memikirkan seribu alasan agar bisa melihatnya setiap hari. Dan dia memberiku alasan itu.

Manusia memiliki sifat yang berbeda-beda. Yang kadang hanya ditunjukkannya pada orang-orang tertentu, pada saat-saat tertentu. Aku terkejut dengan sikap Soojung yang hari ini tampak seperti biasa. Tersenyum cerah menyambutku, seolah tidak pernah terjadi hal buruk sebelumnya.

“Kau menonton drama lagi?” tanyanya ketika aku menghempaskan tubuh pada sandaran kursi.

Aku hanya meringis menjawab pertanyaannya. Aku terjaga sepanjang malam karena terlalu bahagia setelah menghabiskan waktu yang cukup lama bersama Oh Sehun. Hanya saling berhadapan di depan balkon kamar.

“Aku memandangnya sendirian karena aku kesepian atau karena aku takut takdir tidak membawanya padaku. Aku tidak tahu alasannya. Cinta pada pandangan pertama, dulu aku tidak mempercayainya.”

Kulihat Soojung menatapku dalam setelah mendengar perkataanku. Kelas masih sepi, dan kupikir ini saatnya aku membagi ceritaku pada sahabatku.

“Kau jatuh cinta? Dengan siapa?” tanyanya penasaran.

Aku tersenyum tipis, “Oh Sehun.”

Mata bulatnya melotot sempurna saat mendengar jawabanku. “Oh Sehun anak baru itu? Ba-bagaimana  bisa?”

Terlihat jelas keterkejutan di wajah Soojung. Ia pasti tak pernah menyangka bahwa gadis yang tampak tak peduli dengan masalah cinta sepertiku akhirnya mengakui sedang menyukai seseorang.

“Dia tetangga baruku dan kebetulan menjadi teman sekelas kita.”

Soojung hendak membuka suara ketika kulihat Oh Sehun bersama Kim Jongin muncul dari balik pintu. Ia tersenyum singkat ke arahku sebelum duduk di bangkunya. Tak lama kemudian beberapa siswa yang lain pun mulai berdatangan.

Tunjukkan padanya. Kupikir cinta pada pandangan pertamamu akan berakhir baik. Cinta adalah saling mengenal. Dekati dia dan tanyakan apa saja hal yang ia sukai. Jangan sampai takdirmu sepertiku.

Hal yang baru kuketahui adalah fakta bahwa akhirnya Kim Jongin memiliki seorang kekasih, dan laki-laki itu sangat mencintai gadisnya. Menghancurkan hati seorang Jung Soojung.

Aku tersenyum tipisberterima kasih pada Soojung. Dibalik sikap pendiamnya, Soojung adalah gadis yang dewasa dan bijaksana. Ia gadis yang baik hati. Mungkin saja takdirnya bukan seorang badboy seperti Kim Jongin, karena ia pantas mendapatkan laki-laki yang lebih baik.

Kita tidak pernah tahu apa yang akan takdir bawa untuk kita.

Sudah hampir sebulan sejak aku meninggalkan rutinitas pagikumengintip kamar tetangga baruku dengan teropong, dan menggantinya dengan rutinitas malamku bersamanya. Berdiri berhadapan di depan balkon dan membicarakan apa saja.

Oh Sehun sering membantu ayahnya menggambar desain interior maupun eksterior sepulang dari sekolah. Ia menyukai choco bubble tea. Cita-citanya sewaktu kecil adalah menjadi presiden. Dan ia suka menonton film action China, terutama film Jackie Chan.

“Mungkin, lain waktu kita bisa menonton CZ12—Chinese Zodiac bersama?”

Aku menanggapi tawarannya dengan senyuman manissetidaknya senyum yang kupunya adalah salah satu hal yang patut kusyukuri.

Itulah hal-hal yang kuketahui tentangnya. Dan setiap tawa yang keluar dari bibirnya tatkala bintang bersinar semakin membuatku mencintainya. Hingga rasanya aku hampir gila karena bayang-bayangnya selalu menghantui otakku.

Cinta pertamaku ini…sedikit mengerikan, bukan?

“Sebagai balasan jika kau mau menemaniku menonton, aku akan menemanimu mendengarkan hujan bersama.”

Aku pernah menceritakan padanya bahwa aku menyukai suara hujan. Bagaimana rintiknya selalu membuatku merasa tenang. Membuatku merasa bahwa aku tidak sendirian.

Karena cinta adalah…mengenal seseorang. Aku berharap jika Oh Sehun mengenalku, entah satu atau dua hari, tiga atau empat minggu, atau bahkan lima tahun lagi, ia akan mencintaiku. Memberikan hatinya pada seorang gadis bernama Choi Jinri.

“Sehun-ah, aku ingin membuat satu pengakuan padamu.” Ucapanku sukses mengalihkan perhatian Oh Sehun yang semula sedang asyik bersama Fredo. Kulihat ia menggumam kecil. Matanya yang indah menatapku serius. “Alasan kenapa aku selalu melihat ke kamarmu…”

Aku selalu berpikir bahwa sebuah hubungan yang dilandasi oleh kebohongan hanya akan berakhir luka, dan pada akhirnya keduanya saling tersakiti. Kebohongan untuk menutupi kebenaran terkadang diperlukan. Tapi, dalam kasusku; aku memilih bahwa kebenaran lebih baik dari sebuah kebohongan.

“Aku tahu,” ia tersenyumsangat manis—memotong kalimatku. Bahkan debaran jantungku kian berpacu dua kali lebih cepat tatkala melihatnya tertawa. “Angin berhembus, aku menyukaimu.”

Takdirku…terima kasih.

fin-

Note:

Finally! Karena fanfict ini aku jadi tahu kalau Sulli sama aku emang mirip (sama-sama suka hujan lol) Anw, selamat bulan Mei!

Terinspirasi dari k-drama Flower Boy Next Door, dan ada beberapa quotes yang aku ambil dari sana, selebihnya mengarang bebas.

Criticism and advice are very welcomed!:D

46 comments

Leave a reply to brenda choi Cancel reply