Last Flower


kyu

Last Flower by jeanitnut

You are the first and the last for me.

***

“Kau yang pertama Heechan-ah,”

“Kau yakin Oppa?”

“Apa maksudmu? Tentu saja,”

“Aku hanya bercanda,”

“Aku tahu dan aku mencintaimu.”

Kilasan-kilasan percakapan indah itu muncul tanpa aku memintanya, terlintas dalam ingatan begitu saja. Aku tertawa getir mengingatnya. Mengingat kalimat-kalimat yang begitu manis terlontar dari mulutmu. Apa kau berfikir jika aku telah melupakannya? Pernahkah kau berfikir seperti itu, Kyu?

Senyum manis yang tersungging dari sudut bibirmu. Jemari indahmu yang dengan leluasa mengusap kepalaku. Aku mengingatnya dengan sangat jelas, membekas dalam ingatanku untuk selamanya.

Tanpa sadar tangan mungilku bergerak ke atas, mengusap rambutku. Mengingat usapan lembut tanganmu. Aku menginginkannya, selalu.

**

Sepasang kekasih dengan tangan saling bertautan tengah menikmati indahnya musim gugur di malam yang sunyi ini. Senyum di wajah keduanya tak pernah meredup walau malam telah larut, tak menyurutkan semangat keduanya. Indahnya bintang malam menemani kebisuan keduanya.

Sang gadis menatap pemuda di sampingnya—yang jauh lebih tinggi darinya—dengan tatapan ceria. Tangannya bergerak ke arah lengan pemuda itu, memeluknya. Sang pemuda hanya tersenyum sekilas ke arahnya.

Keduanya berhenti di sebuah kedai di pinggir jalan yang menjajakkan makanan biasa; bukan  makanan mahal maksudnya, seperti jajangmyeon (Mie khas Korea). Pemuda itu melepaskan pergelangan tangan sang gadis dari tangannya, sedangkan sang gadis hanya memasang muka cemberut. Seolah tak rela kebahagiaannya terlepas begitu saja.

“Kau harus makan banyak, Hee-ya,” kata pemuda itu kepada sang gadis. Tangan kanannya tengah memegang sebuah mangkuk berisi jajangmyeon yang menampakkan kenikmatannya. Asap yang mengepul dari mangkuk membuat siapapun ingin menikmatinya.

“Suapi aku, Oppa!” pintanya manja.

Sedikit mendengus, tetapi akhirnya pemuda itu tetap menuruti permintaan sang gadis. Suapan demi suapan mie telah di telan oleh sang gadis. Tak ayal, senyum tersungging di wajah sang pemuda. Melihat gadis itu mengunyah makanan seolah dia sedang mendapatkan hadiah jutaan won. Dengan begini dia dapat memastikan jika gadis itu akan baik-baik saja. Kekasihnya akan senantiasa sehat.

*

Hamparan sungai dengan lampu temaram yang terhampar di depan mata, bukankah suatu hal yang luar biasa? Kau melihatnya seolah-olah kau tidak akan bisa melihatnya lagi.

“Kyuhyun oppa, aku lelah,” rengek sang gadis. Cho Kyuhyun, ya pemuda itu bernama Cho Kyuhyun. Pemuda tampan nan rupawan berusia sekitar awal duapuluh tahunan.

“Kenapa kau jadi manja begini Han Heechan?” tanyanya setengah bercanda. Sedangkan sang gadis yang bernama Han Heechan hanya menyeringai. Berjalan ke arah kekasihnya. Melompat ke punggung Kyuhyun yang tengah membungkukkan badannya.

Kyuhyun tidak heran dengan sikap kekasihnya itu. Seminggu tidak bertemu dengannya, wajarkan jika gadis itu bersikap seperti ini? Ah, sepertinya apapun yang dilakukan gadis itu akan selalu menjadi wajar di matanya.

Kyuhyun menurunkan Heechan dari punggungnya, berganti menggenggam tangannya. Menuntunnya untuk duduk di pinggir sungai Han. Tangannya bergerak menyentuh syal yang dipakai Heechan dan membetulkan posisinya yang sedikit melorot. Heechan sedikit tersentak kaget, refleks dia menundukkan wajahnya. Kyuhyun melakukan hal-hal yang tak terduga yang membuat pipinya merona nyaris semerah sweater yang dipakainya.

“Kenapa kau menunduk?” tanya Kyuhyun.

Pertanyaan yang dilontarkan Kyuhyun mau tak mau membuat Heechan mendongak. Matanya bertemu dengan mata Kyuhyun, mata yang indah. Mereka bertatapan hanya beberapa detik saja karena Heechan segera mengalihkan pandangannya.

“Kau membuatku malu, Kyu. Kau tidak tahu itu? Huh!” balasnya.

Kyuhyun tertawa terbahak mendengar jawaban yang kelewat jujur dari gadis itu. Han Heechan dengan kejujurannya yang membuat Kyuhyun tak bisa mengalihkan pusat dunianya dari gadis itu, walau sedetik pun.

Melihat gadis itu mengerucutkan bibirnya membuat Kyuhyun dengan segera menghentikan tawanya. Jemarinya menyentuh pipi Heechan, menyingkirkan anak rambut yang terbang tertiup angin. Mengembalikan ke tempat semula sehingga wajah gadis itu telihat seluruhnya. Rambut coklat bergelombang yang membingkai wajah cantiknya begitu menawan.

“Aku merindukanmu, Hee-ya.”

Senyum manis sebagai balasan kalimat pemuda itu. Heechan menyandarkan kepalanya di bahu Kyuhyun, menghirup aroma malam sejenak. Setelah itu, keduanya telah hanyut dalam indahnya malam. Aroma air sungai yang menenangkan. Suasana sunyi yang begitu damai. Keduanya sangat menyukai bau air sungai.

*

Dengan langkah panjang Kyuhyun menapaki satu per satu anak tangga menuruni kamarnya. Lima belas menit yang lalu, Kyuhyun menerima telepon dari Bibi Jung yang mengurus rumah Heechan, mengabarkan jika kekasihnya sedang sakit.

Langkahnya terhenti ditengah undakan tangga. Mengumpat pelan saat mendapati tak ada handphone di saku celananya. Dia pun berbalik menuju kamarnya dengan setengah berlari.

Hyundai NF Sonata miliknya melaju dengan kecepatan 150 km/jam. Mengingat jalanan yang cukup ramai, hal itu sedikit berbahaya. Tapi memikirkannya hanyalah buang-buang waktu saja untuk Kyuhyun. Yang dipikirkannya sekarang hanyalah segera sampai di rimah Han Heechan, itu saja.

Kyuhyun memasuki rumah bergaya Eropa dengan segera. Melewati rumput-rumput hijau yang tingginya sekitar selutut pemuda itu dengan bunga warna-warni yang mempercantiknya. Tampak daun-daunan berjatuhan dari sebuah pohon besar di samping kiri jalan setapak yang di lewatinya.

Kyuhyun segera menekan bel rumah. Setelah menunggu selama beberapa detik akhirnya Kyuhyun bisa masuk ke dalam rumah.

“Heechan…apa dia baik-baik saja?” kentara sekali nada khawatir dari pertanyaan pemuda itu.

“Nona ada di kamar Tuan. Mari saya antar,” jawab salah satu pelayan keluarga Han tersebut dengan sopan. Pelayan tersebut diperkirakan Kyuhyun tahun ini memasuki usia kepala tiga.

Walaupun sudah sekitar setahun lebih Kyuhyun bersama Heechan, tapi tak pernah sekalipun pemuda tersebut memasuki kamar Heechan. Kyuhyun sangat menghargai Heechan. Bukankah sangat lancang dan tidak sopan jika seorang pemuda memasuki kamar seorang gadis?

Walau kadang Kyuhyun bersifat semena-mena tapi dia bukanlah pemuda yang tidak tahu sopan santun. Heechan pun sangat mengagumi sifat Kyuhyun itu. Pernah gadis itu mengomeli Kyuhyun sepanjang jalan saat Kyuhyun melanggar lampu merah dulu. Kala hujan waktu itu.

“Nona, Tuan Cho datang,” kata Injung—pelayan yang mengantarkan Kyuhyun—seraya mengetukkan jari-jarinya pada pintu yang ada di hadapannya.

“Masuk,” terdengar sahutan dari dalam.

Kyuhyun hendak membuka pintu jati di hadapannya tersebut saat wanita di sampingnya tersebut membuka suaranya.

“Nona belum makan dari tadi pagi Tuan. Bisakah kau membujuknya?” tanyanya.

Kyuhyun hanya mengangguk sekilas lalu memutar kenop pintu di depannya dan masuk ke dalam. Kamar itu berukuran kira-kira 9m x 8m dengan sebuah sofa yang terdapat di samping pintu. Sedang bagian yang lurus dengan pintu terdapat sebuah lukisan sebuah bunga sakura yang tengah mekar. Setelah memasuki kamar tersebut, terdapat sebuah undakan yang akan membawamu ke sebuah bed dimana Heechan tengah tertidur di atasnya. Di kamar itu pun dilengkapi dengan sebuah TV plasma serta satu lemari yang cukup besar.

“Kau datang Oppa?” tanya gadis itu ceria. Segera saja dia membenahi posisinya, bangkit dan menyandarkan kepalanya pada dinding.

Kyuhyun tersenyum sekilas, matanya tertuju pada mangkuk yang berada di laci samping gadis itu. Mendapati bahwa mangkuk berisi bubur masih utuh, membuatnya hanya bisa menghela nafas. Benar kata pelayan tadi, Heechan tidak menyentuh makanannya sesendok pun.

“Kau belum sarapan kan?!” pertanyaan yang lebih menyerupai pernyataan. Sedang gadis itu nampak tak acuh, tangannya mengisyaratkan Kyuhyun untuk duduk di sampingnya yang telah tersedia sebuah kursi.

“Kau harus makan banyak Hee-ya. Kau tidak mendengarkanku, kan?” tanyanya retoris.

“Aku sakit bukan karena aku tidak makan Oppa,” sahut gadis itu sedikit kesal. Dia tidak suka jika Kyuhyun menghakiminya tanpa tahu apa kebenarannya.

“Aku sakit karena…….hatchi,”

“Kau flu?”

“Aku kemarin kehujanan.”

Kemarin, gadis itu berniat mengajak Kyuhyun makan siang tapi ternyata Kyuhyun tak kunjung datang. Siapa sangka hujan turun dengan derasnya, dan Heechan tidak sempat berteduh. Dan beginilah efeknya, dia menjadi flu dan demam.

“Apa kau kehujanan karena…menungguku?”

Gadis itu hanya mengangguk dan tersenyum manis. Dia sudah bisa menebak jika setelah ini pemuda itu akan meminta maaf atas kelalainnya.

“Maafkan aku,” ucap Kyuhyun dengan penuh penyesalan. Benar kan apa yang dipikirkan Heechan. Dia sudah cukup mengenal Kyuhyun tentu saja.

“Bukan salahmu Oppa,” katanya sambil tersenyum manis. Mencoba menghilangkan rasa bersalah yang menyerang kekasihnya itu. Menegaskan bahwa dia baik-baik saja dan itu bukan salahnya.

Ketukan pintu membuat percakapan keduanya terhenti. Kyuhyun bangkit dari duduknya dan berdiri, berjalan ke arah pintu.

Tak lama Kyuhyun masuk dengan semangkuk bubur di tangannya. Heechan hanya mengernyitkan dahinya melihat apa yang dibawa Kyuhyun. Tapi sedetik kemudian dia paham.

“Buka mulutmu!” perintah Kyuhyun tegas. Gadis itu mendengus sesaat. Dia memang tidak bisa membantah apa yang dikatakan Kyuhyun.

Awalnya, Heechan enggan membuka mulutnya. Tapi karena desakan Kyuhyun akhirnya gadis itu mengalah dan membuka mulutnya sampai suapan terakhir.

“Bagus!” kata Kyuhyun senang. Heechan hanya memenghela nafas. Diam-diam pun dia tersenyum, senang melihat Kyuhyun bahagia.

“Aku mencintaimu Han Heechan.”

Senyum merekah di bibir gadis itu, menampakkan deretan gigi putihnya.

**

“Nona, bolehkah bibi menyiram bunga lili putih itu?”

Suara bibi Jung memecah lamunanku. Aku menoleh ke arahnya dan menganggukkan kepala sejenak. Lili putih, kenangan kita. Han Heechan dan Cho Kyuhyun.

Aku berjalan ke arah bibi Jung, melihat setangkai bunga lili putih diantara puluhan bunga-bunga indah di taman ini. Lili putih itu terlihat sangat berbeda, istimewa dan berharga. Bukan karena harganya, tetapi karena arti yang dimilikinya.

“Kenapa harus lili putih? Aku lebih suka mawar putih, Oppa,”

“Karena lili putih melambangkan cinta sejati…”

“Benarkah?”

“Ya, cinta sejati yang tidak akan merubahmu, tapi cinta sejati yang akan menerimamu sampai kau tumbuh dewasa.”

Cinta sejati yang berselimut duka. Kenapa kau tidak melanjutkan maknanya, Kyu? Kau tahu kalau cinta kita akan penuh duka? Aku tertawa miris melihat bunga-bunga indah itu. Kenapa bunga kecil itu harus memiliki arti yang begitu dalam?

**

Nyawa gadis itu masih belum terkumpul sepenuhnya. Terlihat dari cara berjalannya yang terseok-seok, matanya yang masih menutup rapat. Tangannya memutar kenop pintu dan mulai berjalan menuju tangga. Saat hendak menuruni anak tangga pertama, tangannya terasa hangat. Ada yang memegangi bahunya. Seluruh tubuhnya pun menjadi hangat seketika. Tangan besar yang menggenggam tangannya. Tangan kekasihnya.

“Kau mau mati konyol hah?” bentak suara di belakangnya. Suara itu terlalu dekat dengan telinganya, dengan segera dia menutup kupingnya. Membuka matanya dengan usaha ekstra, menoleh ke arah pemuda di sampingnya lalu menyeringai kecil. Kyuhyun lantas menyentil dahi kekasihnya itu, kekanak-kanakan sekali.

“Terima kasih, Kyu. Kau perhatian sekali,” balas Heechan dengan penuh penekanan.

Kyuhyun hanya mendengus sesaat melihat gelagat tidak menyenangkan yang ditampilkan gadis itu. Kyuhyun tahu betul penyebab sikap gadis itu yang berubah tiba-tiba.

Semalam, gadis itu datang ke rumah Kyuhyun di saat yang tidak tepat. Heechan melihat Kyuhyun tengah memeluk Seohyun –mantan kekasihnya-. Heechan tidak marah, karena gadis itu memang tidak akan pernah bisa marah pada Kyuhyun. Gadis itu pun tidak menangis. Kyuhyun lega saat tidak mendapati mata Heechan yang membengkak pagi ini.

“Aku tunggu di ruang tamu,” sahutnya sembari melepaskan tangannya dari bahu Heechan. Berjalan menuruni tangga menuju ruang tamu, membiarkan Heechan membisu di tempatnya.

*

Keduanya saling diam dengan kesendiriannya, tidak ada yang ingin memulai pembicaraan. Heechan melipat kakinya, menundukkan wajahnya dengan dagu bersandar pada lututnya. Helaan nafas berat terdengar dari hidungnya. Tak lama dia pun bangkit berdiri dan membenahi celana selutut yang dipakainya.

“Kau mau minum apa, Kyu?”

Kyu? Tidak biasanya gadis itu memangginya seperti itu terkecuali jika gadis itu sedang marah dan suasana hatinya tengah memburuk.

Kyuhyun mendongak dan memberikan senyum terbaiknya. Berharap dengan begitu bisa menenangkan hati Heechan. “Air putih cukup.”

Heechan memang gadis yang sangat istimewa. Kyuhyun tidak ingin menyakiti gadis itu, yang dia inginkan adalah selalu membuat gadis itu tersenyum dan tertawa. Tawa renyah yang sangat di sukainya.

Heechan menaruh gelas berisi air putih di depan Kyuhyun kemudian kembali ke tempatnya duduk semula, berseberangan dengan Kyuhyun. Keduanya tengah berada di ruang tamu rumah Heechan. Pagi ini rumah itu tampak sepi. Sepertinya kedua orang tua Heechan masih ada di Prancis mengurus bisnisnya.

Gadis itu tidak menekuk lututnya seperti yang dilakukannya tadi, dia mengambil remot TV dan menyalakannya. Sebuah TV plasma yang cukup besar itu pun menampakkan sebuah gambar err kartun doraemon.

Kyuhyun berdehem untuk mengalihkan fokus gadis itu. padahal gadis itu pun tak fokus dengan apa yang terpampang di layar televisi. Matanya sedari tadi terus melirik secara diam-diam ke arah pemuda itu. Bagaimana mungkin dia bisa fokus pada hal lain jika fokus hidupnya ada di dekatnya?

“Seohyun baru saja berpisah dengan Yonghwa. Dia terlihat sangat sedih tadi malam,”

“Hmmm,”

“Aku hanya berusaha menenangkannya. Kau masih marah?”

“Hmmm,”

“Kau curiga aku masih mencintainya?”

“Hmmm,”

“Jangan bersikap seperti ini Han Heechan!” bentaknya. Kyuhyun bangkit berdiri dan berjalan ke arah gadis itu.

Heechan menggeser posisi duduknya saat Kyuhyun duduk di sebelahnya. Membuat Kyuhyun geram sendiri. pemuda itu merutuk dalam hati atas apa yang baru saja dilakukannya. Dia membuat kesalahan lagi. Dia membentak gadis itu.

Perkataan Kyuhyun menarik perhatian beberapa pelayan keluarga Han. Tampak dua pelayan berjalan ke arah mereka. Wajah pelayan itu menyiratkan sebuah pertanyaan apa-yang-kau-lakukan-pada-nona-kami-tuan? Kyuhyun hanya tersenyum dan menggaruk kepalanya salah tingkah.

“Tidak ada apa-apa. Maafkan aku,” katanya kepada pelayan itu. Akhirnya pelayan-pelayan itu pun kembali ke tempatnya semula, meninggalkan Kyuhyun dan Heechan berdua.

Hanya ada keheningan menyelimuti keduanya. Kyuhyun terus merutuki kesalahannya, sedang Heechan tampak tak peduli dengan bentakan Kyuhyun. Gadis itu menatap kosong ke depan, memori-memori kejadian tadi malam terus terngiang dalam benaknya. Hatinya sakit melihat Kyuhyun memeluk seorang gadis, dan mendapati gadis itu bukan dirinya.

Saat itu, Heechan berniat mengajak Kyuhyun makan malam bersama. Dia berniat membuatkan sebuah makanan special untuk Kyuhyun. Dengan langkah riang dia berjalan menuju rumah mewah Kyuhyun. Sesampainya di sana, dia mendapati sebuah pemandangan menyesakkan. Kyuhyun tengah memeluk Seohyun dan mengelus lembut rambut gadis itu.

“Kau harus percaya padaku Hee-ya. Saat itu, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Seohyun datang sambil menangis, aku bingung. Tiba-tiba Seohyun memelukku dan aku tidak mungkin menolaknya,” papar Kyuhyun.

Diam. Gadis itu masih diam mendengar penjelasan Kyuhyun. Dia menghirup oksigen dalam-dalam. Berusaha mensugesti dirinya sendiri bahwa apa yang dikatakan Kyuhyun adalah yang sebenarnya. Bahwa pemuda itu tidak berniat memeluk gadis lain selain dirinya.

“Aku hanya mencintaimu Han Heechan.”

Heechan pun tersenyum ke arah Kyuhyun.

Begitu mudah menyelesaikan masalah diantara mereka. Kejujuran. Kisah cinta mereka dilandasi dengan kejujuran. Apapun yang dikatakan Kyuhyun, Heechan selalu percaya. Dan Kyuhyun pun tak akan pernah tega membohongi gadis itu.

**

Aku memandang bunga lili dipangkuanku. Mencari keistimewaan bunga itu. Bunga mawar tetap jauh lebih indah dari pada bunga lili menurutku.

“Bunga itu sangat berharga kan, Heechan-ah?”

“Iya, Omma.”

Bunga itu, bunga terakhir yang diberikan Kyuhyun untukku. Benda terakhir yang diberikannya padaku tepatnya. Setiap Minggu beberapa bulan ini aku tak pernah mendapati lili putih yang duduk manis di meja kamarku. Aku pun enggan pergi ke toko untuk sekedar membeli bunga itu. Untuk apa aku membelinya jika bunga itu sudah tidak ada artinya lagi untukku?

“Jagalah bunga itu seperti kau menjaga hatimu, Heechan-ah. Tunggulah apa yang akan terjadi esok dengan penuh keceriaan,” ucap Ibuku. Tangannya membelai lembut rambutku. Membuatku merasa nyaman dan tenang.

“Aku mengerti, Omma,” balasku.

Lili putih sebagai tanda cintamu untukku. Bunga terakhir untuk yang terindah dalam hidupmu. Aku pun berharap aku akan selalu menjadi yang terindah untukmu. Sampai kelak kau kembali memelukku, kembali menggenggamku.

**

Gadis itu Nampak begitu sibuk dan kelelahan. Peluh menetes dari pelipisnya, tidak hanya satu atau dua tetes saja. Celemek berwarna merah pekat melekat di tubuhnya. Ya, hari ini Hari Minggu. Seperti biasa Heechan akan menghabiskan separuh waktunya untuk ikut andil dalam mengelola café kedua orang tuanya.

Langkah pemuda itu melambat, tidak berniat berbalik atau pun melaju. Dia tetap bertahan pada posisinya semula, memandangi gadis itu dari balik pintu kaca. Jarang sekali dia melihat gadis itu dengan penampilan seperti ini. Rambut yang digulung ke atas, kemeja panjangnya digulung sampai ke siku dan wajahnya yang berkilau karena pantulan cahaya matahari dengan keringat yang membanjirinya.

“Ahjussi, kau tidak berniat masuk?” suara anak kecil dari sampingnya, membuatnya sadar.

Pemuda itu tersenyum tipis kemudian berjalan masuk. Tampaknya Heechan tidak menyadari kedatangan Kyuhyun. Tangannya masih sibuk berkutat dengan secangkir cappucino di hadapannya. Kyuhyun pun memilih tempat di pojok, tempat yang bisa membuatnya leluasa melihat gadis itu tanpa disadarinya.

“Arabica Coffee untuk pemuda tampan seperti anda, Tuan,”

Kyuhyun mendongak. Di depannya telah berdiri Han Heechan bersama dengan secangkir kopi dalam genggamannya.

“Terima kasih, Nona,”

“Ada yang bisa saya bantu lagi?”

Seolah mereka tak saling kenal. Memainkan drama sebagai seorang pelayan dan pembeli.

“Bisakah kau menemaniku minum di sini? Mengobrol bersama hmm?”

Heechan tersenyum singkat. Meletakkan secangkir kopi di depan Kyuhyun layaknya seorang pelayan yang baik.

“Maaf Tuan, tapi saya tidak bisa,”

“Aku akan sangat kecewa,”

Heechan tak menggubris perkataan Kyuhyun. Semakin lama dia berada di dekat pemuda itu, akan semakin membuat hatinya tergerak dan luluh seketika. Maka, dia pun memutuskan untuk kembali ke dapur.

Langkahnya terhenti, melirik sekilas ke arah pergelangan tangan kanannya. Tangan Kyuhyun telah menggenggam erat tangannya. Nyaman.

“Aku tidak suka dibantah, Hee-ya.”

Dengan mulut mengerucut Heechan pun akhirnya duduk di depan Kyuhyun. Meletakkan nampan yang dibawanya tadi ke atas meja di depannya. Matanya masih tak mau menatap pemandangan indah di depannya.

“Kau jadi membuatkan makan malam special untukku, kan?” tanya Kyuhyun basa-basi yang intinya adalah kita-jadi-makan-malam-kan?

Well, jadi Kyuhyun mengganggu pekerjaannya hanya untuk menanyakan hal ini? Sebegitu pentingnya kah?

Heechan sedikit membuka mulutnya hendak mengucapkan sesuatu tapi dia kembali menutup mulutnya. Gelengan kepalanyalah sebagai respon atas pertanyaan yang dilontarkan Kyuhyun. Gelengan kepala bukan berarti tidak, tapi gelengan kepala atas tingkah konyol Kyuhyun.

“Aku hanya memastikan saja, Hee-ya. Sampai nanti malam,” katanya sambil berdiri. Berhenti sesaat disamping kursi tempat Heechan duduk dan mendaratkan kecupan kilat di dahi gadis itu.

Sedangkan Heechan masih belum sadar dengan apa yang telah dilakukan Kyuhyun. Kalau sudah begini, apa yang bisa dilakukannya? Bekerja hanya akan menghancurkan semuanya.

“Sialan kau, Kyu!” umpatnya pelan.

*

Heechan tengah sibuk mengaduk secangkir kopi di hadapannya. Sedangkan Kyuhyun tengah memilah tumpukan koleksi drama Heechan. Ada sebuah rak berisi tumpukan drama Korea dan beberapa film seperti Harry Potter dan Narnia. Rak itu terdapat di pojok utara ruang keluarga. Ada dua buah rak di sana, yang satunya lagi adalah rak yang berisi novel serta komik koleksi Heechan.

Heechan memang penggila drama Korea. Kyuhyun sering kali melancarkan aksi protesnya karena terkadang melihat mata gadis itu membengkat saat bertemu dengannya.

“Aku semalam nonton drama Oppa. Dramanya sangat sedih.”

Kira-kira jawaban seperti itulah yang akan didapatinya ketika dia bertanya kenapa mata gadis itu terlihat tidak biasa. Hanya ada dua alasan dia bisa melihat mata Heechan membengkak, karena drama atau karenanya.

Tangan Kyuhyun berhenti pada salah satu DVD yang menarik perhatiannya. Dua buah angka terdapat dalam sampul cover DVD itu ’49 Days’.

“Kau mau nonton drama, Oppa?” tanya Heechan dari arah dapur. Dia tampak sedang membawa sebuah nampan berisi kopi dan beberapa cemilan di atasnya.

Tak ada jawaban yang terdengar. Kyuhyun masih asyik membaca tulisan di balik cover drama yang sedikit menarik minatnya itu.

Kyuhyun berjalan ke sofa yang terletak di tengah, sedang Heechan masih berada di dapur yang terletak di ujung selatan ruangan itu. DVD tersebut masih berada dalam genggaman Kyuhyun.

“Kau sudah melihat drama ini?” tanyanya saat Heechan berdiri di sampingnya. Meletakkan dua cangkir kopi beserta setoples makanan ringan.

Saat ini mereka tengah duduk santai sambil mengobrol. Dua puluh menit yang lalu mereka telah menghabiskan makan malam special ala Chef Heechan. Heechan menoleh ke arah Kyuhyun. Hanya sekilas, memastikan apa yang dipegang Kyuhyun.

“Perjalanan mencari cinta sejati,” jawabnya.

Kyuhyun hanya membulatkan mulutnya. Menimang-nimang DVD ditangannya.

“Bolehkah aku membawanya pulang?” ijinnya.

Tak dapat dipungkiri, dahi Heechan pun mengernyit mendengar pertanyaan Kyuhyun. Cho Kyuhyun yang tidak menyukai drama itu meminjam DVD miliknya? Bukankah itu sangat aneh? Membayangkan seorang Cho Kyuhyun yang menangis karena menonton sebuah drama pasti akan sangat lucu sekali.

“Kau yakin?”

“Tentu saja. Mungkin setelah melihat drama ini aku menjadi lebih peka terhadap perasaanmu Hee-ya,” ucapnya dengan tersenyum manis. Sedikit mengutip kata-kata gadis itu.

“Dengan melihat drama, kau akan menjadi lebih peka Oppa.”

Beberapa hari yang lalu Kyuhyun pun mendapati ceramah pagi dari sepupunya Lee Hyukjae karena ketidakpekaannya terhadap perasaan orang lain. Dia bukan tipe pemuda seperti itu memang. Terkadang memang dia terlihat acuh pada sekelilingnya, tapi dia peduli.

Heechan mengambil cangkir kopi dihadapannya dan menyeduhnya. Kepalanya membentuk sebuah gerakan anggukan. Respon terhadap penuturan Kyuhyun.

*

 Dua orang itu tengah berjalan beriringan menuju sebuah bangku taman. Sesekali terdengar tawa yang keluar dari mulut sang gadis. Sedang pemuda disampingnya hanya menatap gadis itu dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Seperti apa tepatnya tatapan itu, aku pun tak mengerti.

Keduanya duduk dibangku taman. Bangku taman itu terpisah dengan bangku taman yang lainnya. Letaknya ada di sudut timur dekat dengan sebuah pohon sakura besar. Disekeliling bangku tersebut terdapat beberapa daun pepohonan yang telah menguning dan jatuh di atas tanah.

“Seohyun…”

Kata itulah kata pertama yang keluar dari mulut Kyuhyun sesampainya mereka di bangku taman itu. Heechan sedikit memiringkan kepalanya, menoleh ke arah Kyuhyun. Dia tidak mengerti dengan apa yang akan dikatakan Kyuhyun.

“Mungkin Tuhan membawaku pada cinta yang salah terlebih dahulu sebelum aku menemukan cinta sejati yang diberikan-Nya padaku. Kau tahu kenapa?”

“Agar kau dapat belajar dari pengalaman sebelumnya untuk lebih menghargai cinta, mengerti apa itu cinta, dan juga membiasakan diri pada duka dan senang tentang cinta,”

“Menemukan cinta sejati tidaklah mudah, terkadang juga diselingi duka yang mendalam. Ada saat-saat dimana cinta sudah kita temukan namun hilang diterpa angin yang artinya dia bukan takdir Tuhan untuk kita,”

Heechan mendengar dengan seksama apa yang dikatakan Kyuhyun. Tidak biasanya Kyuhyun mengucapkan kalimat serius nan penuh makna seperti itu. Apakah setelah menonton drama otaknya jadi terbalik?

“Kita harus selalu memasrahkan segala sesuatunya pada Tuhan, dan tak lupa kita harus tetap berusaha. Kita harus percaya jika Tuhan lebih tahu yang terbaik untuk kita. Jika kita salah, kita harus segera kembali ke arah yang benar. Jangan biarkan angin membawamu dan menenggelamkanmu di samudera terdalam sehingga kau tak bisa kembali,”

“Itu kata-kata yang aku kutip dari Ommaku, Hee-ya. Dan aku rasa memiliki makna yang sangat berarti,” ucap Kyuhyun mengakhiri ucapannya. Dia menoleh ke arah Heechan dan tersenyum. Tangannya terangkat ke atas hendak menyentuh kepala gadis itu.

“Karena aku telah menemukan cinta sejati itu, aku tidak akan pernah membiarkan angin membawanya pergi begitu saja.”

Gadis itu masih diam pada posisinya. Terbius dengan kata-kata kekasihnya itu. Dia tidak pernah menyangka Kyuhyun akan mengucapkan kata seperti itu. Beberapa saat kemudian pun dia tersadar.

“Jadi itu bukan kata-katamu Oppa?”

“Apa kau kecewa?”

“Ah, tidak juga. Aku justru takut jika kau mengucapkan kalimat seperti itu.”

Keduanya tertawa bersama. Tawa lepas yang membuat siapapun yang melihatnya akan ikut tertawa.

“Aku mencintaiumu Han Heechan.”

Heechan menghentikan tawanya. Tersenyum manis ke arah Kyuhyun.

**

Aku menghabiskan waktu hari ini dengan membaca novel-novel di ruang keluarga. Dengan begini, aku bisa sedikit melupakan kesedihanku yang tak kunjung hilang.

Terdengar derap langkah dari arah pintu. Pintu itu terbuat dari kaca, sebelum orang tersebut masuk pun aku sudah dapat melihatnya. Aku mendongak sejenak, mengalihkan perhatianku pada siapa yang datang. Ternyata Bibi Jung.

“Ada teman Nona datang,” katanya sambil tersenyum hangat.

Aku menutup novel yang tengah aku baca, tak lupa memberi pembatas pada halaman yang aku baca. “Terimakasih, Bi,” sahutku sambil berjalan ke arahnya.

Aku berjalan ke arah ruang tamu, kacamata baca masih melekat pada mataku. Aku mengernyit mendapati siapa tamu yang datang.

“Maaf, anda siapa?” tanyaku sopan.

“Perkenalkan, aku Lee Hyukjae. Sepupu Cho Kyuhyun,” jawabnya.

Cho Kyuhyun. Rasanya sudah lama sekali aku tidak mendengar nama itu, walau nama itu selalu memenuhi otakku. Aku sedikit terkejut mendapati perkenalan singkat pemuda yang mengaku sebagai sepupu Kyuhyun itu.

“Ada apa Hyukjae-ssi?” tanyaku.

“Bisakah besok kau ikut denganku Heechan-ssi?” tanyanya balik.

Aku menghela nafas sejenak. Bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. Tiba-tiba saja setelah beberapa bulan aku tidak mendapati kabar apapun darinya, sekarang sepupunya berdiri dihadapanku dan mengajakku untuk mengikutinya.

Aku melihat pemuda itu dengan seksama. Tidak ada gelagat mencurigakan yang diperlihatkannya. Mungkin saja dia memang sepupu Kyuhyun.

“Oke,” putusku. Terlalu gegabah mungkin, tapi yang aku pikirkan sekarang adalah kemungkinan aku bertemu Kyuhyun. Mungkin saja pemuda itu bisa mempertemukanku dengan Kyuhyun.

*

Pemuda dan gadis itu tengah tertawa riang menyusuri jalan setapak di taman itu. Tangan keduanya masih saling menggenggam erat. Keduanya berhenti sejenak saat menjumpai seorang pengemis. Heechan pun mengeluarkan selembar uang dari sakunya, memberikannya pada pengemis itu.

“Terima kasih Nona, semoga kalian berdua bahagia selalu,” kata pengemis itu.

Keduanya pun meng-amin-i perkataan pengemis itu. Mereka melanjutkan perjalanan menyusuri jalan setapak itu.

“Terima kasih untuk bunga-bunga yang kau kirimkan Oppa,” ucap Heechan.

Kyuhyun hanya mengangguk. “Itu tidak seberapa Heechan-ah,” balasnya.

*

Toko Bunga. Kyuhyun membawa Heechan ke sebuah toko bunga di pinggir jalan yang terletak di derah rumah gadis itu. Gadis itu memang sangat menyukai bunga, apalagi bunga sakura. Kelak, Kyuhyun akan membawa Heechan melihat bunga itu secara langsung. Berdua dengannya.

“Ada yang bisa saya bantu Tuan,” tanya seorang penjaga toko bunga tersebut pada Kyuhyun. Sedangkan Heechan tengah melihat bunga mawar putih yang terpajang di atas etalase toko tersebut.

“Tolong bungkuskan lili putih itu untukku,” kata Kyuhyun sambil menunjuk sebuah lili putih yang sangat cantik.

“Lili putih? Saya rasa kekasih Anda lebih menyukai mawar putih, Tuan?” heran penjaga itu.

Kyuhyun hanya tersenyum manis. “Tidak, dia suka lili putih.”

Setelahnya Kyuhyun pun mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya kemudian menuju ke mobil. Heechan melirik sekilas toko bunga itu, mengagumi bunga-bunga yang dijajalkan di toko tersebut.

“Kau membeli bunga apa Oppa?”

“Lili putih.”

“Kau tidak berniat membelikanku mawar putih?”

“Tidak.”

Heechan melengos mendapati jawaban Kyuhyun. Sedangkan Kyuhyun, dia hanya tertawa renyah. Matanya memandang lurus jalanan dihadapannya. Pikirannya sedang tidak fokus saat ini dan dia tidak ingin melukai gadis disampingnya walau hanya segores pun.

Seperti biasa, Kyuhyun membukakan pintu untuk Heechan. Keduanya pun segera masuk ke dalam. Kali ini, Kyuhyun memutuskan untuk tak masuk ke dalam. Dia berhenti saat mencapai pintu rumah tersebut. Tangan kirinya menggenggam tangan Heechan, membuat gadis itu berhenti dan menoleh ke arahnya.

“Rawatlah bunga ini baik-baik Heechan-ah,” kata Kyuhyun seraya menyerahkan seikat lili putih dan sebuah pot yang berisi bibit lili putih.

“Maukah kau?” pintanya lagi. Nada pinta yang diucapkan Kyuhyun mau tak mau membuat Heechan memandangnya. Walau masih sedikit kesal dengan tindakan Kyuhyun hari ini, akhirnya Heechan tetap mengangguk.

Heechan segera masuk ke dalam rumah, sedangkan Kyuhyun masih berdiri mematung di depan pintu besar itu.

“Aku mencintaimu Han Heechan.”

Dia pun berjalan menuju mobilnya dan berlalu pergi.

**

Bibi Jung masuk ke kamarku dengan senyum yang tersungging dibibirnya. Aku pun membalas senyumannya.

“Kau bahagia Nona?” tanyanya.

“Iya Bi,” jawabku. Bibi Jung, dia adalah salah satu orang yang mengerti diriku. Dia seperti Ibu kedua untukku.

“Semoga kau bahagia selalu, Nona,” doanya tulus.

Aku tersenyum sekilas sambil mengambil tas kecil di meja riasku. Menghadap kaca sejenak, memastikan penampilanku. Lalu, berjalan ke arah pintu keluar kamarku.

“Aku pergi dulu, Bi,” ucapku. Aku bisa mendengar Bibi Jung menggumamkan kata hati-hati.

Aku berjalan ke luar dan masuk ke dalam sebuah Audi A6 yang telah terparkir di depan rumahku. Aku tersenyum singkat pada pengemudi mobil tersebut.

Selama perjalanan hanya keheningan yang menyelimuti. Aku sibuk berdoa semoga Lee Hyukjae benar-benar membawaku pada Cho Kyuhyun. Apakah aku terlalu berharap?

Beberapa menit kemudian Audi A6 tersebut telah sampai tujuannya. Hyukjae membawaku ke bandara. Bandara identik dengan perpisahan dan pertemuan bukan? Mungkinkah bandara akan menjadi tempat pertemuanku dengan Kyuhyun?

“Ayo!” ajak Hyukjae. Aku berjalan mengekor dibelakangnya.

Aku melihat ke sekelilingku, bandara ramai sekali pagi ini. Suasananya masih selalu sama, ramai dipenuhi orang yang berlalu-lalang.

“Apa kabar sepupu?” ucap Hyukjae ceria. Ucapan itu sontak membuatku tersadar. Aku pun segera mengalihkan perhatianku pada apa yang ada di depanku. Di depanku berdiri seorang pemuda tampan dan tinggi. Pemuda yang sangat aku kenal. Pemuda yang begitu aku rindukan. Cho Kyuhyun…

Kyuhyun tidak berubah, dia tetap sama. Hanya ketampanannya saja yang berubah aku rasa. Dia menjadi sepuluh kali lebih tampan dari yang aku lihat dulu. Dia mengenakan kemeja biru putih kota-kotak yang digulung sampai siku, celana hitam serta sepatu kets putih.

Aku mematung ditempat. Terlalu terkejut saat mendapati apa yang aku harapkan terkabul. Aku menatapnya dalam, dia pun menatapku tak kalah dalam. Tatapan yang menyimpan sejuta makna dan sarat dengan kerinduan. Pertanyaan yang dilontarkan Hyukjae pun tak kunjung dijawabnya.

Kyuhyun tersenyum hangat, berjalan ke arahku. Melemparkan koper yang dibawanya ke arah Hyukjae. Aku masih tidak bereaksi apa-apa.

“Long time no see, Hee-ya,” ucapnya sambil merengkuhku ke dalam pelukannya. Aku tersenyum dalam pelukannya. Terlampau bahagia.

Aku tidak butuh penjelasan apapun darinya. Selama dia sudah kembali memelukku, kembali menggenggamku seperti ini, aku tidak butuh apapun lagi. Semuanya akan baik-baik saja.

*

“Secangkir Arabica Coffee untuk pemuda setampan Tuan” kataku tersenyum manis. Déjà vu.

Kyuhyun tertawa kecil. Tangannya membekap mulutnya meredam agar tawanya tak terdengar. Ah, Cho Kyuhyun kenapa kau tampan sekali saat tertawa?

“Terima kasih Nona cantik”

“Ada yang bisa saya bantu Tuan?”

“Bisakah kau menemaniku mengobrol disini?”

Sebuah drama dengan setting di café ini, seperti dulu. Aku masih mengingatnya.

“Baiklah Tuan.”

Kyuhyun tersenyum menang. Kalaupun aku menolak, Kyuhyun pasti tetap akan memaksaku. Dan di akhir cerita aku pun tetap akan kalah darinya.

Kyuhyun menyentuh cangkir kopi dihadapannya dan mulai meminumnya.

“Maafkan aku untuk semua kesalahan yang telah aku perbuat. Kau sudah tahu semuanya kan?”

Tentu saja. Kyuhyun pergi tanpa pamit waktu itu, dia pergi ke New York atas permintaan orang tuanya. Walaupun aku ingin sekali marah karena dia tidak memberitahuku tapi aku tak bisa melakukannya. Toh, sekarang dia sudah kembali padaku, berdiri dihadapanku.

“Aku tahu dari Hyukjae,”

“Kau tahu kenapa aku tidak mengucapkan perpisahan padamu?”

Aku tidak menjawab pertanyaanya. Memilih untuk mendengarkan ucapan yang belum diselesaikannya. Tangannya bergerak menggenggam tanganku. Aku pun tersenyum lembut ke arahnya.

“Karena aku tidak meninggalkanmu Hee-ya. Aku hanya pergi untuk sementara. Aku senang kau masih tetap menungguku,”

“Tentu saja bodoh. Selama belum ada kata berpisah diantara kita, aku pun akan terus menunggumu walau berpuluh tahun lamanya,”

Aku tersenyum manis padanya. Dia pun tersenyum tak kalah manis, tampak gigi rapinya yang menambah betapa menawannya senyumannya.

“Lili putih, apa kau masih merawatnya?”

“Menurutmu?”

Tak perlu jawaban. Kyuhyun sudah bisa menebaknya. Kyuhyun tahu betul aku akan mejaga apapun barang yang aku anggap berharga. Dan lili putih itu, Kyuhyun yakin merupakan salah satu benda berharga yang aku miliki.

“Terima kasih. Aku mencintaimu Han Heechan. Selalu dan akan selalu,”

“Aku juga mencintaimu Oppa.”

Kami pun saling tersenyum. Bibi Jung yang diam-diam melihat –tanpa sepengetahuan kami- dari jauh pun ikut tersenyum.

***

13 comments

  1. Jen so sweet bangeeet gue pengen jadi heechan deh ><
    Agak aneh nih baca cerita kyu jadi romantis, biasanya evil gitu haha ._.
    Kritik dikit boleh? Kayanya kalo flashback enakan dicetak miring deh. Eh itu miring ngga sih? Dari hp ngga keliatan hehe

    Ditunggu ff yang lainnya 😀

  2. ngakak pas baca “apakah setelah menonton drama otaknya menjadi terbalik?” bener juga seh.. tiba2 kyu jadi pintar bermain kata seperti hae 🙂
    untung si seo itu cm mantan.. kkkk
    author~ aku suka semua FFmu.
    ayo buat yg lain, semangat!! ^^

  3. so sweeeeeet..
    tp jujur agak bingung pas bacanya..
    itu ceritanya ada flashbackny kan ya??
    saran aja eon,, klo bs dikasih tulisan flashbackny, biar ga bingung bacany
    gomawo ffnya,, hhe 🙂 🙂

    1. terima kasih sarannya, ya. aku emang kalo bikin cerita sengaja gak pake flashback biar lebih mengena /apasih/ ya intinya karena menurutku flashback yang aku ceritakan cuma beberapa kalimat aja, jadinya malah rancu dan jelek…

  4. kirain Kyu nya bakal die gataunya enggak ya? *kecewa* *digaplok kyu* hahaha.

    tapi aku suka karena ceritanya ga ketebak, I don’t expect at all if Kyuhyun would be back and just went overseas. You’re make a totally twist, dear!

    bahasanya rapi dan khas jeany banget, aku semangat deh waktu liat castnya chokyu 😀 bikinin buat aku dooooong~ hahaha

  5. kirain Kyu nya bakal die gataunya enggak ya? *kecewa* *digaplok kyu* hahaha.

    tapi aku suka karena ceritanya ga ketebak, I don’t expect at all if Kyuhyun would be back and just went overseas. You made a totally twist, dear!

    bahasanya rapi dan khas jeany banget, aku semangat deh waktu liat castnya chokyu 😀 bikinin buat aku dooooong~ hahaha

    1. hahaha kak, aku juga pengen banget baca fict yang kyu-nya die /slapped/

      aduh terharu banget kalau dipuji kakak yang tulisnya okeeee punya syalaaaa~
      aku gak ada ide buat fict pake cast kyu, susah nemu feelnya TAT

      makasih banyak kak vina. maaf baru mampir bentar doang:(

Leave a reply to Arini Permata S Cancel reply